Di Indonesia, secara formal, hukum kepailitan sudah ada sejak Tahun 1905 dengan diberlakukannya Staatsblad 1905 – 217 juncto Staatsblad (1906 – 348). . Staatsblad 1905 –127 dan Staatsblad 1906 – 348 tersebut kemudian diubah dengan Peraturan Perundang-undangan Nomor 1 Tahun 1998, yang kemudian diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sehingga menjadi Undang-undang Nomor 4 Tahun1998. Peraturan Perundang-undangan Nomor 1 Tahun 1998 tersebut adalah tentang Perubahan atas Undang-undang tentang Kepailitan, yang kemudian disempurnakan dengan Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang.
Istilah pailit berasal dari kata Belanda failliet, yang mempunyai arti ganda,yaitu sebagai kata benda dan sebagai kata nama sifat. Kata faillietsendiri berasal dari kata Perancis.Faillite, yang berarti pemogokan atau kemacetan pembayaran,sedangkan orang yang mogok atau berhenti membayar, dalam bahasa Perancis disebut le faille.Kata kerja faillir berarti gagal. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan kata to fail yang memiliki arti yang sama. Sehubungan pengucapan kata itu dalam bahasa Belanda adalah faiyit, maka ada pula beberapa sarjana yang menerjemahkannya sebagai palyit dan faillissement sebagai kepalyitan. Di negara-negara yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa nasionalnya untuk pengertian pailit dipergunakan istilah-istilah bankrupt dan bankruptcy.
Dalam Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan disebutkan, bahwa yang dimasudkan dengan pailit atau bangkrut, antara lain adalah seseorang yang oleh suatu Pengadilan dinyatakan bankrupt, dan yang aktivanya atau warisannya telah diperuntukkan untuk membayar utang-utangnya.
Sebelum membahas mengenai persyaratan kepailitan, berikut sedikit penjelasan mengenai apa itu pailit dan pihak-pihak yang dipailitkan berdasakan Pasal 1 butir (1). (2), (3), dan (4) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004:
1. Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
2. Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.
3. Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan.
4. Debitor pailit adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan
Pernyataan pailit terhadap seorang debitor dinyatakan secara sederhana, artinya tidak diperlukan alat-alat pembuktian sebagaimana dalam Buku IV Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, karena cukup dengan bila peristiwa itu telah terbukti dengan alat-alat pembuktian sederhana. Terkait hal tersebut di atas maka seorang debitor dapat dinyatakan pailit, apabila telah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Debitor mempunyai dua atau lebih kreditor Hal ini dimaksudkan bahwa Debitor dalam keadaan benar-benar tidak mampu membayar terhadap dua atau lebih kreditornya tersebut.
2. Tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih Pada pernyataan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih disini adalah utang pokok atau bunga yang tidak terbayar, namun pada penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU 37 Tahun 2004, disebutkan kewajiban untuk membayar utang jatuh waktu dan dapat ditagih baik karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktu pengalihan sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan saksi atau denda oleh instansi yang berwenang maupun karena putusan pengadilan, arbiter, atau majelis arbitrase.
3. Atas permohonannya sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih kreditornya Dalam Pasal 2 ayat (1) dijelaskan bahwa yang dimaksud kreditor adalah baik kreditor konkuren, kreditor separatis maupun kreditor preferen. Khusus mengenai kreditor separatis maupun preferen, mereka dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit tanpa kehilangan hak agunan atas kebendaan yang mereka miliki terhadap harta debitor dan haknya untuk didahulukan. Namun bilamana terdapat sindikasi kreditor, maka masing-masing kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih dimuka pengadilan. Sedangkan dalam hal pernyataan pailit diajukan oleh debitor yang sudah menikah, maka permohonan hanya dapat diajukan atas persetujuan suami atau isterinya kecuali apabila tidak ada percampuran harta.
Sumber :
0 komentar:
Posting Komentar